GOWA – Insiden yang diduga sebagai upaya menghambat kerja jurnalistik terjadi di lingkungan Kejaksaan Negeri (Kejari) Gowa.
Seorang wartawan mengaku mengalami kesulitan saat ingin mengonfirmasi laporan masyarakat terkait dugaan penyimpangan dana desa.
Jurnalis bernama Syarifuddin menyebut dirinya diminta meninggalkan telepon seluler sebelum diperbolehkan bertemu pejabat di Kejari Gowa.
“Saya datang untuk konfirmasi, tapi HP saya diminta dititipkan tanpa penjelasan yang jelas. Ini tentu mengganggu proses peliputan,” ungkapnya.
Merespons hal tersebut, Ketua DPW Serikat Pers Reformasi Nasional (SEPERNAS) Sulawesi Selatan, Ardi Kulle, menyayangkan tindakan yang dianggap membatasi kerja pers.
Ia menilai hal ini bertentangan dengan amanat Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers serta Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
“Melarang wartawan membawa alat kerja seperti ponsel dalam tugas jurnalistik bisa diartikan sebagai bentuk pembungkaman. Padahal pers memiliki hak dilindungi hukum,” ujar Ardi, kamis (05/06/2025).
SEPERNAS mendesak Komisi Kejaksaan RI dan instansi pengawas lainnya untuk turun tangan menyelidiki peristiwa ini dan meminta penjelasan dari pihak Kejari Gowa.
Organisasi tersebut juga menekankan bahwa jurnalisme berperan penting dalam menjaga transparansi dan mengawasi jalannya pemerintahan, apalagi dalam kasus yang melibatkan dugaan korupsi.
Hingga berita ini ditayangkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Kejari Gowa.
“Pers tidak boleh ditekan atau diintimidasi. Keterbukaan informasi adalah fondasi dari pemerintahan yang bersih,” pungkas Ardi.
(Tim Redaksi)