Opini

Polemik Bansos Di Tengah Pandemi Covid-19

×

Polemik Bansos Di Tengah Pandemi Covid-19

Sebarkan artikel ini
Penulis : Kamaluddin

OPINI – Kebisingan pagi itu mengusik keheningan semestaku yang sedang menunggu kabar darinya. Ku kiranya rebutan sembako, ternyata sekelompok ibu-ibu dasteran lagi heboh mendengar kabar pencairan bantuan sosial yang disalurkan pemerintah pusat/pemerintah daerah ke masyarakat. Penting gak sih apa isi dialognya? Terlepas penting atau tidaknya, tak ada salahnya jika sesekali menguping isi pembicaraan mereka kan? Wkwkwk.

 Mama Aji       : Weh ada gare tuh bantuan sosial cair

Click Here

Mama Baco   : Iye gah? Siapa bilang?

Mama Ajeng  : Iye adami gare juga na bilang tetanggaku

                        Langsung masuk di rekeningnya 600 ribu

Mama Becce : Iye gah? Mauka tuh juga pergi cek rekeningku

Cerita bersambung, sebagian dari mereka beranjak pergi mengecek rekening masing-masing dan sebagian lainnya berpindah tempat duduk menyampaikan informasi tersebut. Lalu, sore hari telah tiba, di sudut ruang sana sekelompok ibu dasteran tadi melanjutkan perbincangan yang sempat tertunda.

Mama Becce    : Dari maka cek rekeningku nda adapi masuk

Mama Baco     : Iye, sebagian ji gare terima

Mama Ajeng    : Masa ada tetanggaku pindahmi tapi ada namanya terima

Mama Aji        : Iye, ada juga na bilang temanku di kampungnya

                         meninggal tapi masih ada namanya terima

Mama Becce  : Kenapa bisa begitu di’?

Sebagai informasi, pemerintah telah mengeluarkan beragam kebijakan untuk meringankan beban hidup masyarakat selama masa pendemi Covid-19. Kebijakan tersebut berupa bantuan tunai dan non-tunai baik yang bersifat rutin seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) maupun yang sifatnya sementara seperti Bantuan Sosial Tunai (BST), Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Bantuan Sosial Lainnya.

Usut punya usut bantuan sosial yang menjadi perbincangan diawal adalah Bantuan Sosial Tunai (BST) Kemensos yang sebelumnya masyarakat mengira itu adalah Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang bersumber dari Anggaran Dana Desa. Sempat terjadi kesalahpahaman yang berujung saling menyalahkan dan menyudutkan pihak terkait. Padahal, proses pencairan bantuan sosial tersebut tidak sama sekali diketahui oleh pemerintah setempat.

Menariknya, pada saat penyaluran Bantuan Sosial Tunai (BST) yang dilakukan oleh pemerintah pusat/pemerintah daerah, justru malah mengundang kebingungan bagi pemerintah desa karena tidak adanya informasi yang tersampaikan. Berselang beberapa hari setelah pencairan, barulah pemerintah desa menerima  nama-nama penerima BST Kemensos tersebut. Namun tidak diketahui pula siapakah diantara nama-nama tersebut yang telah menerima transferan BST untuk penyaluran tahap pertama.

Kurangnya ketersediaan informasi tersebut juga sempat mengundang kecemburuan sosial ditengah masyarakat. Belum lagi, ketidakjelasan data penerima BST dengan daftar penerima sudah meninggal, berpindah kependudukan, dan ekonomi mampu justru semakin menyudutkan pemerintah desa setempat. Hal ini pula mengindikasikan kurangnya koordinasi dan kesigapan di lingkup pemerintahan itu sendiri.

Perlu juga diketahui, dalam proses penyaluran Bantuan Sosial Tunai (BST) menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dikelola oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah. Itu artinya pemerintah desa tidak memiliki sangkut paut terkait masalah penentuan nama-nama yang berhak menerima bantuan tersebut. Terkait masalah data penerima yang sudah meninggal dan berpindah kependudukan, ini bisa terjadi karena belum dilakukan pemutakhiran DTKS sejak 5 tahun terakhir (Sekjen Kemensos, 2020). Memang  data tersebut sangat tidak relevan lagi dengan kehidupan masyarakat yang bersifat dinamis.

Dari kejadian ini, setidaknya kita dapat mengambil beberapa pelajaran penting baik dari sisi masyarakat maupun di lingkup pemerintahan itu sendiri. Mengingat bahwa Bantuan Langsung Tunai (BLT) juga akan segera disalurkan kepada masyarakat maka izinkan saya menyampaikan harapan yang mungkin saja menjadi harapan kita bersama.

Sebagai masyarakat, tentu kita tidak menginginkan terjadinya konflik sosial dalam proses penyaluran bantuan sosial pemerintah. Maka dari itu, sebijak mungkin menanggapi informasi yang telah sampai kepada kita. Pastikan informasi tersebut adalah informasi yang diperoleh dari sumber yang valid agar menghindarkan kita dari justifikasi yang mendeskreditkan pemerintah setempat.

Selain itu, yang paling penting adalah kesadaran kita sebagai makhluk sosial dengan mengagungkan kembali kata “mendahulukan”.  Bantuan yang diberikan pemerintah tentunya tidak bisa meng-cover  secara keseluruhan sehingga penting bagi kita bersama saling mendahulukan siapa yang lebih membutuhkan.

Dari sisi pemerintah, tugas utamanya memberikan pelayanan kepada masyarakat semaksimal mungkin bersifat transparan dan akuntabel dalam proses penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) Alokasi Dana Desa. Keterbukaan tidak hanya berlaku di lingkup pemerintahan saja – antara bawahan dan atasan, tetapi juga kepada masyarakat karena stakeholder utama instansi publik adalah masyarakat itu sendiri. Keterbukaan akan meningkatkan kepercayaan dan begitupun sebaliknya pemerintahan yang tertutup justru akan menguatkan kecurigaan masyarakat terhadap praktek-praktek nepotisme dalam lingkup pemerintahan.

Berkaca pada kejadian sebelumnya, pemerintah diharapkan melakukan verifikasi dan validasi data terbaru dan didasarkan pada Permendes No 6 Tahun 2020 agar proses penyaluran akurat dan tetap sasaran. Hal ini juga akan menjauhkan dari perdebatan akibat benturan antara Das Sollen dan Das Sein. Artinya, terjadi kesesuain antara apa yang telah diatur (law in book) dan apa yang telah dikerjakan (law is action).

Selain itu, pemerintah juga diharapkan mengesampingkan kepentingan pribadi untuk menghindarkan konflik sosial ditengah masyarakat. Tidak menutup kemungkinan bahwa ada sekolompok orang di lingkup pemerintahan memiliki kepentingan politis yang dapat merugikan masyarakat tententu.

Terakhir, saya mengutip teori keadilan dari John Rawls bahwa keadilan adalah kebajikan utama dalam institusi sosial, sebagaimana kebenaran dalam sistem pemikiran. Dalam konteks ini, tentu kita harus memahami bahwa keadilan tidak hanya bermakna sama rata sama rasa, tetapi lebih kepada keadilan pemerintah menyalurkan bantuan sosial sesui dengan prosedur yang telah ditetapkan. Dengan begitu, bantuan tersebut dengan sendirinya akan tertuju kepada siapa saja yang lebih membutuhkan.

Penulis : Kamaluddin