OPINI, SEKILAS INDONESIA- Kekuasaan akhir-akhir ini sering diperbincangkan oleh sebagian masyarakat di Indonesia. Mengingat akan dilaksanakannya pemilihan serentak di tahun 2019 yang akan datang, sehingga masyarakat begitu antusias memperbingcangkan masalah kekuasaan.
Adapun definisi kekuasaan adalah hak otoritatif yang dimiliki oleh pemerintah untuk mengatur dan menjaga wilayah kekuasaannya. Menurut Miriam budiardjo, Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah lakunya seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa, sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang memiliki kekuasaan itu.
Adapun cara-cara yang digunakan dalam mendapatkan kekuasaan yaitu dengan menggunakan politik agama, politik dinasti (keturunan), dan politik uang (money politic).
Agama sering digunakan para calon legislatif (caleg) untuk menarik perhatian masyarat, dan pakaian yang mencerminkan bahwa orang ini sangat bertakwa kepada Allah. Walaupun sebenarnya orang tersebut, sebelum menjadi caleg, hanya sebagai Islam KTP.
Masyarakat pada umumnya tergiur melihat penampilan para caleg ini. Sehingga dia langsung memilihnya untuk di jadikan seorang pemimpin. Tanpa dia mengetahui perilakunya, jika pemimpin semacam ini lahir di pemerintah akan membuat resah masyarakat, karena perilaku yang ditunjukkan pada saat jadi caleg bukan yang sebenarnya.
Akan tetapi itu adalah sebagai simbol belaka. Untuk membodohi masyarakat dan mendapatkan kepentingannya untuk bisa meraih kekuasaan. Menilik kasus di Indonesia, perbuatan seperti ini pernah terjadi di Kalimantan, menggunakan agama untuk mendapatkan kekuasaan.
pelaksanaan pemilu dan pilkada di Kalimantan pada ajang kontentasi politik tingkat lokal, dengan menggunakan agama sebagai alat untuk mendapatkan suara dari masyarakat. Partai politik yang berbasis agama ini meningkat pada era pasca reformasi, suara yang dia peroleh itu dari masyrakat.
Politik Agama: Kasus di Kalimantan
Di Kalimantan barat telah terjadi pertarungan agama antara Islam dengan Kristen. Hal ini sangat menarik dan membuktikan bahwa agama sangat berpengaruh di dunia politik.
Pada pemilihan kepala daerah (pilkada) di Kalimantan barat, telah terjadi pertarungan antara Islam dan Kristen. Jumlah penduduk yang menganut agama Islam di Kalimantan barat 57 %, sementara jumlah penduduk yang menganut agama Kristen 34 %, dan 9 % penduduknya menganut agma lain.
Dari perwakilan beragama Islam ada 3 calon dan 1 dari perwakilan agama Kristen. Yang terpilih dari pertarungan tersebut adalah umat Kristen yaitu pasangan Cornelis – Chiristandry Sanjaya yang diusung oleh partai PDI-P dengan raihan suara sebesar 43,67 %. Inilah yang membuktikan bahwa, politik agama, sangat berpengaruh di dalam mendapatkan kekuasaan.( Kompas.com – 19/02/2009, 08:32 WIB).
Selain politik agama yang di gunakan caleg untuk mendapatkan kekuasaan juga adalah politik dinasti yang digunakan untuk mendapatkan kekuasaan. politik dinasti ini sering di gunakan caleg untuk menapatkan kekuasaan. Karena politik dinasti di anggap sangat berpengaruh untuk mendapatkan kekuasaan sehingga dia menggunakan politik ini.
Politik Dinasti Untuk Kekuasaan
Politik dinasti adalah kekuasaan yang diperoleh dari keluarga. Salah satu guru besar fakultas ilmu sosial dan ilmu politik Universitas Tanjung Pura, Prof. Dr. A B Tangdililing, mengatakan bahwa politik dinasti yaitu kekuasaan berdasarkan kekeluargan dan keturunan, atau sama dengan kerajan pada zaman kerajaaan. Misalnya ketika ayahnya jadi pemimpin otomatis yang gantikan nanti adalah anaknya dan begitupun seterusnya nanti tanpa adanya pemilihan.
Dengan melihat saat ini politiik dinasti sudah diterapkan di pemerintahan. Maka yang terjadi adalah orang – orang yang dekat dengan pemimpin atau keluarganya, akan direkrut masuk kedalam dan memegang suatu jabatan yang ada dalam pemerintahan.
Meski demikian orang ini tidak mempunyai kemampuan di bidang itu. Perbuatan seperti ini sehingga membuat pemerintahan ini tdak berjalan dengan lancar. Karena orang – orang yang tidak pantas menduduki suatu jabatan terpaksa untuk mendudukinya, karena yang memegang pemerintahan adalah keluarganya. Fenomena seperti itu sangat fatal dalam pemerintahan.
Ketika pemilihan akan segera dilaksanakan Caleg biasanya mengujungi masyarakat untuk bersilahturahmi dan mengatakan bahwa kita ini keluarga. Dalam kunjungannya biasanya terdapat perjanjian antara caleg (calon legislatif) dan masyarakat.
Isi dari perjanjiannya, ketika caleg ini terpilih maka dia akan memberikan jabatan di pemerintahan, bantuan pembuatan jalan, pembuatan jembatan, bantuan beasiswa, dan masih banyak lagi janjinya. Dan terkadang caleg yang terpilih tidak menepati janjinya.
Caleg ini sudah melupakan dan tidak memerhatikan masyarakat tersebut. Seperti yang terjadi di Mamuju kec. Simboro desa Botteng utara ada beberapa caleg yang datang ke desa Botteng utara untuk bersilahturahmi dan mengatakan kita ini keluarga. Dan kita harus saling membantu. Ironisnya, ketika terpilih dia sudah menghiraukan masyarakat.
Money Politic dan Perjanjian Dukungan
Selain politik agama dan politik dinasti juga ada politik uang (money politic) yang sering diperbincangkan di masyarakat pada umumnya Apa lagi jika mendekati pemilihan. Pembagian uang sangat ditunggu oleh sebagian masyarakat.
Pembagian uang yang biasa dilakukan ketikan menjelang matahari terbit atau akrab disebut “serangan fajar”, ini biasa terjadi sehari sebelum pemilihan dilaksanakan. Ketika tim sukses ini membagikan uang kepada masyarakat, maka tim sukses ini mengadakan suatu perjanjian dengan masyarakat.
Isi perjanjiannya itu adalah ambil uang ini dan pilih caleg saya. Kalau ada serangan fajar dalam masyarakat akan membuat masyarakat itu tidak bisa menilai siapa yang pantas jadi seorang pemimpin dan masyarakat itu menjadi buta dalam mengambil keputusan gara – gara cuman uang.
Nah, coba kita lihat kasus pertarungan soal politik di daerah Maluku utara kabupaten Pulau Morotai telah terjadi politik uang (money politic) dan melibatkan tiga orang di antaranya Zainal Karim dari PPP, Alwi Shak dari partai golkar, dan Dian Sarapu. Orang ini di laporkan membagi uang kepada masyarakat.
Uang yang di bagikan ini menurut masyarakat sebesar Rp 200.000. Hasil penyelidikan ditemukan ada beberapa barang bukti seperti uang, video, dan foto. Dari perbuatan tersebut oleh masyarakat Maluku itu adalah hal yang buruk di era sekarang ini.
Praktek ketidakadilan terutama politik uang harus terus kita sosialsasikan sebagai suatu tindakan yang biadab dan haram. Hanya dengan begitu bangsa ini bisa selangkah lebih maju menuju ke arah yang lebih baik. Tentu kita semua tidak ingin pemimpin yang akan membuat negara ini hancur.
Penulis: Rahmat (Mahasiswa sosiologi agama, UIN Alauddin)
Editor : AR