GOWA, SEKILASINDO.COM – Pelaku usaha yang sekarang daftarnya ada 27 orang pemilik usaha, di Kecamatan Somba Opu, tolak Alat Mesin Pembayaran Secara Online (MPOS) dan keberatan juga dengan pajak online 10% pasalnya angka tersebut nilainya terlalu tinggi, karena perhari mereka para pelaku usaha harus membayar 10% ke Pemerintah dari penghasilan perhari bukan dari keuntungan.
Sementara para pelaku usaha itu harus membayar kontrakan pertahunnya, bayar gaji karyawan, modal, air serta listrik yang harus dibayar. Kalau pajak diambil dari penghasilan perharinya 10%, kita pelaku usaha mau dapat apa,?kata, pemilik usaha coto Sampeang, Kamaruddin, di jalan Abdul Muthalib Dg.Narang, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa.
“Saya juga heran, datang- datang petugas lapangannya, bawa surat pernyataan dan agar ditanda tangani, karena saya tolak alat MPOS, pihaknya sekarang memberikan surat peringatan pertama,” keluh Kamaruddin yang sudah 8 tahun berjualan coto Sampeang.
Sebelumnya juga tidak pernah ada sosialisasi, ini langsung diberikan surat pernyataan kesiapan pembayaran pajak online.
“Saya tolak itu alat MPOS, karena kita yang punya dana usaha pribadi, toh kayak kita yang dikontrol, memangnya dana pemerintah yang dikelola,” geramnya kepada sekilasindo.com, Senin (30/9/2019).
Justru dengan adanya alat MPOS itu, rakyat itu disuruh berbohong, bohong kepada Allah, bohong juga sama Pemerintah, karena dengan alat itu usaha kita dipantau, sebab langsung laporannya di Bapenda.
Iapun tantang Pemerintah, “kalau mau ditutup, silahkan tutup asal gaji itu karyawan saya 4 orang, mereka akan kehilangan pekerjaannya,” katanya yang merupakan warga Kelurahan Paccinongan.
Selain itu pemilik usaha Warung Lamongan, Mas Tono, dia juga keberatan dengan alat MPOS dan pajak 10%, baginya terlalu tinggi.
“Saya tidak mampu untuk bayar pajak 10%, karena kontrakan pertahun saja Rp.10 juta dan tempatku kecil disini. Tetapi kalau pembayarannya seperti retribusi, Rp.3000, saya mampu,” ujarnya.
Dan ada juga dari pemilik usaha Assipa’na 2, Syahrul, dia juga tolak alat MPOS dan pajak 10% itu terlalu tinggi baginya.
“Seharusnya Pemerintah itu membantu kita pelaku usaha kecil, dengan memberikan bimbingan atau pelatihan agar kita punya usaha berkembang. Sekali- kali pemerintah itu tinjau lokasi ke lapangan, bagaimana kondisi kita, pelaku usaha kecil,” jelasnya.
Kalau diterapkan 10% pajak yang dibayarkan secara online seperti itu dampaknya ke masyarakat, karena mereka yang dibebankan untuk membayar.
“Bisa- bisa mereka yang tadinya langganan, jadi tidak makan disini, dan omset kita disini akan menurun,” terang Syahrul.
Sementara Ketua DPD Lembaga Poros Rakyat Indonesia (LP-RI) Kabupaten Gowa, Rasidin, angkat bicara, seharusnya Pemerintah Kabupaten Gowa itu sebelum menyurati semua pelaku usaha, disosialisasikan terlebih dahulu, supaya pelaku usaha itu tidak kaget dengan adanya aturan yang diterapkan seperti itu.
“Ini semua pelaku usaha merasa kaget, mereka tidak tahu dan paham akan aturan yang dibuat oleh pemerintah. Jadi memang perlu adanya sosialisasi,” tutupnya.
(Shanty)