Opini

Perempuan Alat Kejar Setoran ?

×

Perempuan Alat Kejar Setoran ?

Sebarkan artikel ini
                       Penulis : Andi Eka Saputri

OPINI, SEKILASINDO.COM- ”DPR kejar setoran?” anggapan-anggapan seperti ini menjadi salah satu pertanyaan besar, ada apakah sebenarnya yang terjadi di DPR?.

Saat ini, banyak Rancangan Undang-Undang yang dianggap timpang dan tidak menguntungkan masyarakat. Ini mengundang banyak protes dari berbagai kalangan, seperti mahasiswa dan masyarakat sipil. Aksi dimana-mana bahkan arwah reformasi kian terlihat.

Click Here

Salah satunya adalah RUU KUHP yang banyak juga menuai kecaman, ada pasal yang di anggap aneh, seperti pasal 419 tentang Perempuan yang terpaksa menginap dengan lawan jenis untuk menghemat biaya juga tentang pasal 432 yang mengacam perempuan pekerja yang juga pulang malam bisa dianggap sebagai gelandangan.

Saya sebagai perempuan merasa heran dan aneh, ini cara penelitiannya bagaimana? Pakai metode apa? Penelitian dimana? Narasumbernya siapa? Kok bisa sampai tercetus pasal-pasal seperti ini, meskipun memang pengesahan RUU KUHP di tunda, tapi secara kasat mata ini salah satu pemiskinan besar-besaran bagi perempuan, pemiskinan ruang gerak, pemiskinan intelektual, pemiskinan potensi, dan pemiskinan yang membuat perempuan makin menjadi objek yang lemah.

Kalau RUU KUHP ini sampai disahkan, saya bingung nasib perempuan yang mencari nafkah dimalam hari, perempuan yang punya kepentingan diatas jam yang sudah ditentukan. Apakah secara ekonomi dan potensi ini bukanlah pemiskinan? Mana harus bayar 1 juta dan dianggap gelandangan.

Mana ada orang tua yang mau anaknya disamakan gelandangan hanya karena pulang diatas jam yang ditentukan? Memangnya si perancang RUU ini tidak punya anak perempuan atau keluarga perempuan? Dan bisa menjamin anak perempuannya bisa pulang dibawah jam yang sudah ditentukan? Wajarlah banyak menuai kecaman.

Kalau perempuan yang kerja dimalam hari untuk menghidupi keluarganya lalu harus membayar denda karena melewati jam pulang yang sudah ditentukan? Bagaimana nasib keluarganya? Ini aneh. Perempuan mempunyai potensi yang besar, dibidang ekonomi, intelektual dan dibidang lainnnya, negara seharusnya mampu untuk memaksialkan potensi itu, bukan malah memiskinkan perempuan lewat UU.

Disini pun tidak ada alternatif lain yang ditawarkan untuk perempuan dan tidak ada jaminan untuk perempuan ketika harus kehilangan lapangan kerja.

Karena pasal ini juga perempuan tidak punya kontrol atas tubuhnya, perempuan secara seksual di atur oleh negara.

Seperti disalah satu pasal yang menyangkut aborsi ada di pasal 470 dan 471 yang dianggap memberatkan si perempuan yang melakukan aborsi, padahal yang mengetahui ia mampu untuk melahirkan atau tidak, ini membahayakan si ibu atau tidak itu adalah perempuan, perempuan yang mengetahui kemampuan tubuhnya.

Belum lagi kalau si perempuan ini korban pemerkosaan, yang di mana ia belum matang untuk melahirkan dan mendapat serangan psikologis atas pemerkosaan tersebut, ia juga harus mendapat hukuman negara yang seharusnya mendapat perhatian lebih untuk pemulihan dari negara.

Pemerintah harus lebih teliti dalam melihat masalah yang ada dimasyarakat, lebih bisa mencari solusi yang tepat. Bukan malah kesannya lebih merugikan, perempuan harus punya kontrol atas tubuhnya, harus merdeka secara ekonomi, harus mampu mandiri dan jelas RUU KUHP ini mengontrol itu semua termasuk hak seksual perempuan.

Pemerintah juga seharusnya lebih aktif berdialog dengan masyarakat dan kalau itu menyangkut masalah perempuan aktiflah berdialog dengan perempuan apa yang masalahnya dan sebenarnya dibutuhkan untuk keluar dari masalah itu? Agar solusi yang ditawarkan itu dapat diterima oleh masyarakat dan khususnya perempuan itu sendiri.

Agar tidak ada diskriminasi disatu pihak. Agar masyarakat, khususnya perempuan mampu mengembangkan potensinya.

“Tetaplah berjuang ketika kita ada dijalan yang benar-
-saya perempuan dan saya berhak untuk merdeka”

Penulis : Andi Eka Saputri (Mahasiswa UIN Alauddin Makassar)

Eksplorasi konten lain dari Sekilas Indonesia

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca