Sekilas Indonesia | PANGKALPINANG
Ratusan massa dari Koalisi Masyarakat Sipil Bangka Belitung bersama berbagai perhimpunan mahasiswa, termasuk BEM Fisip UBB, GMNI, HMI, Walhi, Polman 12, IAIN, dan BEM FPPK, menggelar aksi unjuk rasa di Jalan Sudirman, Pangkalpinang, pada Jumat (23/8/2024).
Perwakilan BEM Fisip UBB, Ipung Zain, menyatakan bahwa aksi ini merupakan reaksi terhadap keputusan panitia kerja (panja) Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada).
Ipung menuntut agar DPR RI mematuhi putusan MK mengenai ambang batas syarat pencalonan Kepala Daerah. Sebelumnya, MK dalam putusannya Nomor 60/PUU-XXII/2024 menurunkan ambang batas pencalonan bagi partai politik atau koalisi yang tidak memiliki kursi di DPRD, dengan syarat memenuhi persentase suara tertentu.
“Semula syaratnya adalah minimal 20 persen kursi parlemen. Namun, MK memutuskan bahwa partai politik atau koalisi yang tidak memiliki kursi di DPRD tetap bisa mencalonkan kandidat jika memenuhi persentase suara yang ditetapkan oleh MK,” jelas Ipung.
Menurut putusan MK, terdapat empat klasifikasi besaran suara sah: 10 persen, 8,5 persen, 7,5 persen, dan 6,5 persen, sesuai dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT) di masing-masing daerah.
Ipung juga menyinggung fenomena kotak kosong dalam Pilkada 2024, terutama di Kota Pangkalpinang. Ia mengajak massa untuk mendukung dan mengkampanyekan kotak kosong sebagai alternatif. “Di beberapa Kabupaten/Kota di Bangka Belitung, termasuk Kota Pangkalpinang, Pilkada berpotensi hanya diikuti pasangan calon tunggal melawan kotak kosong. Berdasarkan aturan KPU, masyarakat dapat mengkampanyekan kotak kosong,” terangnya.
“Pasangan calon tunggal hanya akan terpilih jika memperoleh lebih dari 50 persen suara. Jika kalah dari kotak kosong, posisi kepala daerah akan diisi oleh penjabat yang ditunjuk oleh Menteri Dalam Negeri,” tambahnya.