Daerah

Diduga Korupsi, Dana Kompensasi Pembebasan Lahan SUTT di Basel Masuk ke Rekening Pribadi Kepala Desa

×

Diduga Korupsi, Dana Kompensasi Pembebasan Lahan SUTT di Basel Masuk ke Rekening Pribadi Kepala Desa

Sebarkan artikel ini

SEKILAS INDONESIA | BANGKA SELATAN 

Adanya dugaan tindak pidana korupsi dana kompensasi yang diterima oleh sejumlah kepala desa di Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, patut ditindaklanjuti oleh Aparat Penegak Hukum. Karena itu, Founder PayaMada Law Institute bakal melaporkan atas dugaan tersebut kepada pihak Kejaksaan Negeri Bangka Selatan.

Click Here

Dana kompensasi tersebut diterima dari salah satu perusahaan yang melakukan pembebasan lahan pada tahun 2017-2019, untuk pengerjaan proyek pembangunan dan pemasangan tiang Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT).

Titik lokasi proyek pemasangan tiang SUTT sebanyak 206 unit tiang itu di mulai dari Desa Airbara, Kecamatan Airgegas hingga Desa Gadung, Kecamatan Toboali. Hal ini disampaikan Founder PayaMada Law Institute, Erdian, Jum’at (31/3/2023) petang.

“PayaMada Law Institute menduga bahwa adanya penyalahgunaan wewenang oleh kepala desa dalam penerimaan dana kompensasi tersebut. Penyalahgunaan wewenang tersebut merupakan salah satu perbuatan tindak pidana korupsi,” kata Erdian.

Chimot, begitu sapaan akrabnya tersebut menjelaskan, bahwa terkait pengerjaan proyek tersebut sebelumnya telah disosialisasikan oleh pihak kecamatan hingga ke tingkat desa. Sosialisasi tersebut berkaitan dengan pembebasan lahan serta pembayaran dana kompensasi dari perusahaan ke desa.

“Pembebasan lahan serta dana kompensasi ini menjadi ketertarikan kami untuk melakukan investigasi. Alhasil, pada investigasi kami bahwa di beberapa desa di Bangka Selatan terdapat lahan milik desa yang dibebaskan untuk pemasangan tiang SUTT sehingga dana kompensasi diberikan kepada desa,” ujar Chimot.

Dijelaskannya, mekanisme dalam pembayaran dana kompensasi itu kepala desa melakukan rapat bersama dengan seluruh perangkat desa. Setelah adanya kesepakatan antara kepala desa dengan perangkat desa lalu perusahaan melakukan pembayaran dana kompensasi tersebut.

“Pokok permasalahannya bahwa proses pembayaran dana kompensasi dari perusahaan yang seharusnya ditransfer ke rekening desa agar menjadi kas desa dan pendapatan desa malah ditransfer ke rekening pribadi kepala desa, dan setelah itu dari kepala desa baru ditransfer ulang ke rekening desa,” jelas Chimot.

Hingga berita ini diturunkan masih diupayakan konfirmasi ke pihak terkait lainnya. (Red)

Eksplorasi konten lain dari Sekilas Indonesia

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan Membaca

%d