TAKALAR —Minggu,09/06/2025, Enam tahun sudah SDN 153 Inpres Bontonompo di Kecamatan Polongbangkeng Selatan (Polsel) tak lagi menjalankan aktivitas belajar-mengajar di gedungnya sendiri. Bukan karena kekurangan murid atau tenaga pendidik, tetapi karena bangunannya disegel oleh ahli waris sejak tahun 2019.
Ironisnya, hingga kini tak ada kejelasan dari Pemerintah Daerah (Pemda) Takalar terkait langkah penyelesaian persoalan ini. Sekolah seolah menghilang dari daftar prioritas pembangunan, tertimbun di antara tumpukan proyek infrastruktur dan seremoni peresmian.
Padahal, nasib ratusan siswa dan guru di sekolah tersebut begitu memprihatinkan. Mereka kini terpaksa menumpang belajar di gedung milik yayasan swasta, dengan kondisi bangunan yang telah termakan usia dan membahayakan keselamatan. Namun, semangat mereka tak luntur. Para guru dan siswa tetap menjalankan proses belajar-mengajar dengan penuh dedikasi.
“Semangat pendidikan tak selalu butuh gedung mewah, cukup dinding pinjaman dan atap niat baik,” ujar salah seorang guru.
Sementara itu, pemerintah justru terkesan saling lempar tanggung jawab. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Takalar mengklaim bahwa mereka hanya pengguna bangunan, bukan pemilik aset.
“Soal sekolah yang disegel, kami hanya pengguna bangunan. Untuk lebih jelasnya silakan konfirmasi ke bagian aset,” ujar perwakilan dinas.
Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Aset Pemda Takalar, Amirullah, membenarkan bahwa tanah sekolah tersebut memang milik Pemda, dibuktikan dengan dokumen kepemilikan berupa sertifikat.
“Itu ada sertipikatnya. Kami juga sudah menyurat dan meminta kepolisian agar membuka kembali sekolah tersebut,” ujarnya singkat.
Lantas, jika aset sudah jelas milik Pemda, apa yang menjadi kendala hingga sekolah belum juga dibuka kembali?
Ahli waris yang menyegel lahan sebenarnya hanya menuntut hak yang belum diselesaikan. Namun, dalam dinamika birokrasi yang berlarut-larut, mereka justru kerap diposisikan sebagai penghambat kemajuan pendidikan.
Ironi ini seakan tak masuk dalam radar pidato-pidato Hari Pendidikan. SDN 153 Inpres Bontonompo nyaris tak pernah disebut dalam narasi “Merdeka Belajar”. Mungkin karena kisahnya tak sesuai dengan naskah resmi yang ingin dibaca oleh publik.
Enam tahun bukan waktu yang singkat. Tapi bila pemerintah bisa lupa, siapa lagi yang bisa diharapkan untuk mengingat? Kini, muncul harapan baru seiring hadirnya pemerintahan Bupati Daeng Manye dan Wakil Bupati Hengky Yasin.
Para guru dan orang tua berharap besar, agar di bawah kepemimpinan baru ini, SDN 153 Inpres Bontonompo bisa kembali menjalankan fungsinya sebagai tempat belajar yang aman dan layak. Tempat di mana siswa bisa belajar dengan tenang, dan guru bisa mengajar dengan nyaman, tanpa bayang-bayang ketidakpastian.
Lucunya, ketika momen perayaan Hari Pendidikan tiba, SDN 153 Inpres Bontonompo Polsel kerap luput dari pidato-pidato inspiratif.
Mungkin karena tak sedap disisipkan dalam narasi “Merdeka Belajar” versi pemda. Merdeka sih, asal bukan dari urusan ganti rugi.
Mungkin sudah waktunya sekolah ini diikutsertakan dalam daftar cagar budaya, bukan karena tuanya gedung, tapi karena panjangnya kisah abai yang membusuk.
Enam tahun bukan waktu yang sebentar. Tapi kalau pemerintah bisa lupa, siapa kita yang bisa mengingat?
Begitulah, SDN 153 Inpres Bontonompo, tempat di mana kenangan tentang tanggung jawab bisa benar-benar hilang, bahkan tanpa upacara perpisahan.
Para Guru dan orang tua pun menaruh harapan besar, Semoga di Pemerintahan Bupati Daeng Manye dan Hengky Yasin, Sekolah itu bisa kembali menunjukkan jati dirinya agar siswa dan guru bisa benafas lega dan belajar dengan tenang. (*)
My brother suggested I might like this blog He was totally right This post actually made my day You can not imagine simply how much time I had spent for this info Thanks