Daerah

Kemandirian dan Buka Tutup Kota

×

Kemandirian dan Buka Tutup Kota

Sebarkan artikel ini

Oleh :

Dr. Eng. IB ILHAM MALIK
Dosen Arsitektur UBL dan Kepala Pusat  Studi Kota & Daerah UBLP

Click Here

OPINI – Perjalanan ke kampus hari ini cukup lancar. Saya hampir tidak menemukan kemacetan lalu lintas seperti biasanya. Saya kira, penyebab dari lancarnya lalu lintas ini adalah karena adanya kebijakan pemerintah untuk mendorong masyarakat terutama anak didik yang dari PAUD sampai dengan perguruan tinggi, untuk libur, dalam rangka menghindari mewabahnya virus Corona. Saya juga memperkirakan hal ini terjadi sebagai dampak dari kekhawatiran masyarakat, sehingga banyak yang yang menunda atau membatalkan perjalanan mereka pada hari hari ini, bahkan mungkin dalam minggu-minggu ini, termasuk juga membatalkan pertemuan atau bertransaksi untuk membeli atau menjual sesuatu di luar rumah, sebagai tindak lanjut dari kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk bekerja di rumah atau cukup beraktivitas di rumah. Dan kebijakan ini sudah diumumkan secara langsung oleh presiden. Sehingga pengumuman ini memiliki nilai lebih, jika dibandingkan dengan pengumuman yang tidak dibuat atau tidak disampaikan secara langsung oleh presiden.

Pernyataan beberapa peneliti terkait dengan dampak kebijakan bekerja di rumah, tampaknya terbukti. Beberapa di antaranya adalah; menurunnya kerugian di sektor transportasi sebagai dampak dari kemacetan lalu lintas, lalu berkurangnya pencemaran udara oleh emisi kendaraan yang tentu saja akan lebih menyehatkan masyarakat kota karena udaranya tidak tercemar, dan dari sisi sosial ke-eratan hubungan antar warga terutama dalam satu keluarga juga mengalami peningkatan dengan adanya kebijakan bekerja di rumah atau beraktivitas di rumah ini. Tetapi di sisi lain kita juga mesti mewaspadai bahwa banyak warga kota yang sesungguhnya tidak siap untuk diam di rumah dan beraktivitas di rumah, terutama bagi warga kota yang mengandalkan pendapatan keluarga mereka dari kerja harian. Karena itu, pada akhirnya kebijakan yang dibuat oleh pemerintah soal bekerja di rumah ini ini hanya berdampak pada sebagian warga kota. Tetapi bagi sebagian lainnya yang masih mengandalkan aktivitas diluar rumah untuk bertahan hidup, saya kira mereka masih akan tetap berada di di luar rumah dan beraktivitas diluar rumah, agar ada jaminan keberlangsungan hidup jika mereka tetap bekerja seperti biasa di setiap harinya.

Kebijakan mengurangi mobilitas dan juga aktivitas di luar rumah sebenarnya sejalan dengan konsep compact activity (bagian dari compact city). Sehingga, pergerakan orang dan barang bisa diminimalisir sebab apa yang dibutuhkan oleh warga kota berada dalam area yang terjangkau dengan berjalan kaki, tanpa perlu menggunakan kendaraan bermotor dalam berbagai jenis. Terus terang, saya melihat bahwa kebijakan bekerja di rumah sebagai dampak dari adanya penyebaran virus Corona ini, jika direnungkan, sepertinya memberikan arahan tentang arah pembangunan baru perkotaan di masa yang akan datang. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi setelah virus Corona ini mewabah. Akankah virus Corona ini bisa dihentikan penyebarannya dan obatnya akan bisa ditemukan? Ataukah, virus Corona ini akan terus mewabah dan persoalan penemuan obatnya masih belum juga jelas?

Kita masih sulit melakukan forecasting terkait dengan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Tetapi, kekawatiran demi kekhawatiran pasti akan muncul di alam pemikiran warga kota. Pemerintah memiliki beban yang cukup besar untuk memastikan warganya tidak terkena wabah penyakit, tetapi di sisi lain aktivitas warga nya juga masih harus terus terjadi, sehingga masyarakat masih bisa mendapatkan pendapatan mereka dengan bekerja harian. Dan pemerintah juga bisa memastikan ada pajak yang bisa diambil untuk menghidupi kehidupan warga kota, seperti kondisi yang ada saat ini ketika warga kota tidak boleh kemana-mana dan tidak boleh melakukan apapun di luar rumah, sebenarnya kita juga bertanya; sejauh mana kekuatan pembiayaan yang dimiliki oleh pemerintah kota kita untuk memastikan apa yang dibutuhkan oleh warga kota itu bisa dipenuhi oleh pemerintah kota secara mandiri?

Sayangnya dari pengalaman yang saya miliki selama beberapa belas tahun ini berinteraksi dengan pemerintah, saya melihat bahwa pemerintah kota belum memiliki kebijakan food security atau semacamnya untuk mem-backup kebutuhan warga kota, ketika ada kasus seperti ini ketika masyarakatnya diminta untuk tetap berada di dalam rumah dan tidak boleh melakukan aktivitas diluar rumah. Seberapa kuat kemampuan pemerintah kota untuk membiayai kehidupan warga kota ini? Saya kira hal ini perlu menjadi bahan pemikiran atau dicarikan jalan keluarnya di masa yang akan datang. Karena pada akhirnya, semua apapun yang dibutuhkan oleh warga seharusnya disiapkan oleh pemerintah melalui berbagai macam jenis kebijakan dan strategi. Kalau misalnya terjadi di chaos maka ini akan secara nyata menunjukkan bahwa aktivitas yang ada dan terjadi pada saat ini, dan juga sebelumnya, dipengaruhi dan didominasi oleh aktivitas swasta bukan oleh aktivitas yang memang di skenariokan oleh pemerintah.

Karena itulah, dalam merancang tata ruang kota (RTRW kota) dan merancang rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) termasuk juga jangka menengah (RPJM), seharusnya kita mampu untuk membuat forecasting sebagai bentuk jaga-jaga kita, jika terjadi sesuatu pada kota kita yang menyebabkan warga tidak bisa kemana-mana dan tidak boleh kemana-mana. Perencanaan kota juga harus mampu untuk memastikan bahwa Seluruh aktivitas yang ada di dalam kota dapat memenuhi kebutuhan warga kota itu sendiri. Syukur-syukur jika kemudian bisa melebihi kebutuhan warga kota sehingga bisa di dikirim keluar kota. Dan ini adalah salah satu bentuk jenis ekspor yang bagus karena apa yang kita miliki jumlahnya sudah berlebih, sehingga bisa dibagikan ke daerah lainnya, kepada warga yang ada di daerah lain. Kemandirian kota tampaknya menjadi isu yang perlu di adopsi dan juga disosialisasikan, sehingga para perencana kota di masa yang akan datang, di semua level dan juga jenis perencanaan, bisa memasukkan prinsip-prinsip kemandirian kota untuk memenuhi kebutuhan kota itu sendiri.

Kebergantungan pada daerah lain masih memungkinkan untuk hal-hal yang sekunder atau tersier. Tetapi hal-hal yang utama seperti soal makanan dan pakaian, harus dapat dipenuhi oleh kota itu sendiri. Isu lainnya adalah soal air dan juga listrik serta telekomunikasi, yang sebaiknya bisa disediakan dan disiapkan oleh pemerintah kota secara mandiri. Tentu logika ini juga berlaku untuk kabupaten. Bagaimana caranya setiap daerah memiliki kemandiriannya masing-masing tanpa perlu bergantung pada daerah lainnya, kecuali untuk hal-hal seperti yang saya sebutkan sebelumnya, yaitu hal-hal yang masuk kategori sekunder atau tersier. Tetapi untuk hal-hal yang itu harus dapat disediakan oleh daerah masing-masing ketika ada suatu hal tertentu yang terjadi pada dunia, bukan saja di level daerah dan kota saja, tapi juga dalam level dunia seperti kasus wabah korona ini, maka daerah kita atau kota kita tidak akan berhadapan dengan masalah yang serius.

Kemandirian kota memang masih belum menjadi isu penting bagi banyak perencana koya yang disebabkan keterbatasan dalam melihat masa depan dan juga keterbatasan dalam melihat tantangan di masa yang akan datang. isu yang masih banyak di dengungkan adalah soal isu dependen atau ketergantungan antara satu daerah dengan daerah lainnya. padahal isu kemandirian harus didengungkan juga untuk memastikan apapun yang dibutuhkan oleh warga kota dapat dipenuhi oleh kota itu sendiri, oleh wilayah itu sendiri, tanpa perlu bergantung dengan daerah lain, yang mungkin saja juga membutuhkan barang yang sama seperti yang kita miliki ketika tidak terjadi isolasi seperti sekarang ini. Saat ini, kebijakan barter ataupun kebijakan kebergantungan satu daerah dengan daerah lainnya, masih bisa dijalankan dan masih berlaku. Akan tetapi, ketika isu isolasi itu terjadi seperti yang terjadi sekarang ini, maka kemandirian itu menjadi sangat penting untuk di upayakan di masa yang akan datang.

Tentu saja kemandirian ini bukan dalam rangka untuk memisahkan daerah kita dengan daerah lainnya. Tetapi untuk mengurangi beban secara regional area ataupun secara nasional, sebab daerah-daerah telah mampu untuk memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Terutama yang berkaitan dengan bahan pokok.

Nah, isu bahan pokok ini didengungkan karena akan berkaitan dengan tata guna lahan. Tata guna lahan perkotaan kita tampaknya harus menerapkan dua pendekatan baru dalam rangka untuk menjawab tantangan di masa yang akan datang. Yang pertama adalah soal buka tutup kota atau dalam bahasa sederhananya adalah memungkinkan adanya kebijakan isolasi kota. Jadi jika sewaktu-waktu kota membutuhkan isolasi, maka perencanaan pembangunan infrastruktur perkotaan dan juga tata ruang kota, perlu mengakomodasi kemungkinan buka tutup kota. Yang kedua adalah isu soal kemandirian. Kemandirian ini berkaitan dengan penyediaan berbagai macam kebutuhan pokok yang harus dimiliki oleh kota, dan ini berkaitan dengan dimana lahan pertanian, di mana lahan industri, di mana area sumber air bersih, dimana area kawasan sumber energi dan juga termasuk soal telekomunikasi. Rencana tata guna lahan ini harus terimplementasikan setelah sebelumnya direncanakan di dalam dokumen tata ruang. Jadi ada dua isu tersebut yang perlu dikembangkan di masa yang akan datang.

Ke depan, kita akan membahas soal kemandirian dan buka tutup kota yang harus menjadi perhatian para perencana kota di masa yang akan datang. Karena bagaimanapun, dalam berbagai hal kemandirian itu menjadi penting, apalagi dalam konteks pembangunan kota. Karena kalau kota tidak mampu untuk memenuhi kebutuhannya sendiri maka dia akan menghadapi persoalan ketika ada kebijakan isolasi kota atau lockdown seperti yang diterapkan di beberapa tempat. Bisa juga dengan kebijakan kemandirian ini diperlebar, bukan saja kotanya atau kabupatennya tetapi meliputi beberapa kota dan berapa kabupaten. Sehingga kita melihatnya dari sisi aglomerasi kawasan yang mandiri, karena beberapa kota mungkin sudah mengalami kekurangan lahan pertanian. Sebab ada adagium, bahwa kota itu tidak mengandalkan sektor pertanian dari sisi ekonominya. Padahal kota itu juga memiliki warga dan warganya butuh makan. Dan butuh makan itu harusnya disediakan oleh lahan yang ada di kota itu sendiri. Nah, kalau misalnya kondisi itu sudah cukup sulit untuk diterapkan maka bisa saja 2 sampai 5 kota/kabupaten menyatu dalam satu kawasan mandiri bersama, yang mana apapun yang dibutuhkan oleh semua wilayah aglomerasi tersebut, dapat dipenuhi secara mandiri oleh mereka sendiri. Akankah ini bisa terlaksana di masa yang akan datang? Semuanya kembali pada cara pikir pemerintah dan para perencanaan masa depan.

Kamis, (19/03/2020)

Reporter : Usep

Eksplorasi konten lain dari Sekilas Indonesia

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan Membaca

%d