
OPINI, SEKILASINDO.COM- Dunia maya memang secara umum adalah media elektronik yang banyak dipakai untuk keperluan komunikasi. Dunia maya saat ini menjadi sesuatu yang paling dekat dengan semua kalangan masyarakat karena gampang diakses, oleh karena itu ini adalah bukti kemajuan teknologi. Pemanfaatannya pun beragam, ada yang menggunakan untuk mencurahkan isi hati dan menyebarkan foto ataupun video. Sekali upload bisa dilihat dong seluruh masyarakat dunia maya.
Oleh karena itu, banyak hal yang dapat diketahui dari informasi yang dibagikan didunia maya, momen kebahagiaan ataupun sebaliknya. Bijaknya kita menggunakan ini (dunia maya) memang penting saat ini, bijaknya kita juga melihat fenomena-fenomena baru juga tak lupa pentingnya. Beragam yang bisa kita dapatkan, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas itu secara terang-terangan bisa menjadi konsumsi semua kalangan.
Video asusila dan kekerasan seksual menjadi salah satu moment yang banyak orang jumpai.
Sama halnya dengan video yang baru-baru saja beredar, yang dimana pasangan heteroseksual yang terdaftar di salah satu SMK di Bulukumba menjadi viral karena video seks mereka yang beredar yang dilakukan di kelas. Dari video ini banyak mendapat tanggapan dari masyarakat, stereotipe-stereotipe negatif banyak juga disosial media. Menyalahkan anak, menyalahkan orang tua anak, hijab tidak berguna dll. Bisa saja sebelum menjadi aktor/pelaku, mereka adalah korban kekerasan seksual.
Kita sebagai pengguna dunia maya, seharusnya bijak juga dalam mengomentari sesuatu, pandai melihat apa dampak dari celoteh kita didunia maya. Seperti kasus video seks yang beredar, kita sebaiknya tidak sepenuhnya menyalahkan anak, karena banyak dampak negatif yang juga akan timbul. Serangan psikis, stereotipe, diskriminasi, marginalisasi, yang akan merusak mental anak.
Anak akan merasakan trauma, takut dan tidak menutup kemungkinan akan merasa hidupnya tidak berguna lagi padahal anak masih mempunyai masa depan. Memberikan semangat dan memberikan pemahaman tanpa membuat anak merasa takut itu akan lebih baik dengan penggunaan bahasa yang baik.
Terkhusus anak perempuan, karena kasus ini lingkungan di sekitarnya bisa saja menyalahkan ia sepenuhnya, stereotipe negatif seperti tidak perawan, bukan perempuan baik-baik dan lain sebagainya. Ini anak mempengaruhi mental dan bisa menimbulkan bukan hanya serangan psikis tapi juga fisik.
Selain itu juga, karena stereotipe ini, berpengaruh kemasa depannya dan lingkungannya. Bagaimana ia diterima dimasyarakat, bagaimana ia bekerja nantinya atau bahkan dikehidupan rumah tangganya nanti.
Ini menjadi bukti bahwa Indonesia sudah sangat darurat seks bebas. Di opini sebelum ini, saya sempat sedikit membahas tentang pendidikan seks yang sebenarnya sangat penting sejak dini, karena kurangnya pengetahuan anak tentang bahaya seks ketika organ reproduksi belum siap.
Ini seharusnya menjadi perhatian kita semua, bahwa seraya berkembangnya teknologi yang dimana semua gampang diakses, reverensi semakin banyak maka bertambah pula pemahaman kita, semakin bijak juga kita.
Lembaga pendidikan berperan penting disini, memprogramkan edukasi seks dibangku sekolah dan gencar melakukan sosialisasi.
Edukasi seks bukan berarti mendukung untuk melakukan hubungan seksual secara bebas, tetapi memberikan pemahaman tentang dampak ketika seks bebas dan tentang pemahaman seks lainnya sesuai porsinya. Lingkungan keluarga tak kalah pentingnya dalam memberikan pemahaman-pemahaman tentang seks ini, karena pendekatan secara emotional akan lebih memberikan kesan nyaman untuk berdiskusi.
Semoga kita lebih bijak dalam melihat fenomena seperti ini dan tidak mengomentari dengan bahasa yang menjatuhkan. Harapan bangsa ada pada kita semua, kita harus sama-sama mengoreksi diri, mengingatkan dengan bahasa yang santun. Jangan pernah malu berdiskusi tentang seksualitas.
“ Diajarkan bagaimana caranya untuk tidak dilecehkan tetapi tidak diajarkan bagaimana caranya untuk tidak melecehkan ”
Penulis : Andi Eka Saputri (Mahasiswi UIN Alauddin Makassar)