
OPINI, SEKILAS INDONESIA- Semua pemerintah adalah pemimpin. Kepemimpinan memegang kunci dalam keberhasilan tiap manusia, dalam suatu masyarakat atau suatu kelompok untuk bisa mencapai suatu tujuan tentu dibarengi dengan tindakan dan do’a.
Meskipun dalam masyarakat/kelompok juga berbeda-beda, akan tetapi tidak bisa dihindari perannya sebagai seorang pemimpin dalam hal ini pemerintah karena pemimpin mejadi kiblat utama bagi masyarakat.
Seperti yang dinyatakan oleh plato salah satu filsuf dari Athena, yunani bahwa dalam suatu Negara atau suatu kelompok masyarakat tidak akan mungkin kacau jika pemimpinnya tidak kacau, begitupun sebaliknya jika pemimpinnya kacau maka rakyatnya pun juga lebih kacau, hal tersebut benar adanya.
Jika pemimpin kacau siapa lagi yang bisa mengontrol rakyatnya ? tentu pemimpilah yang berperan utama kepada rakyatnya, apapun yang dibutuhkan oleh rakyat baik dari segi kebutuhan ekonomi, dan lain sebagainya.
Maka pemimpinlah atau pemerintahlah yang kemudian memberikan kepada rakyatnya, dinamika pemimpin akan lebih agresif sehingga kesejahteraan rakyat dapat terpenuhi itupun butuh waktu yang panjang untuk mewujudkan keinginan rakyat dan keinginan pemerintah sendiri.
Dalam karya Ibnu Khaldun, salah satu pemikir Islam ia mengungkapkan bahwa ada tiga bentuk pemerintahan di antaranya:
pertama, pemerintahan harus natural yaitu pemerintahan yang membawa masyarakat sesuai dengan tujuan nafsu. Artinya bahwa seorang raja lebih mementingkan nafsunya dibanding rakyatnya yang mana lebih berakibat pada terjadinya pemberontakan, teror dan anarkis dari rakyatnya sendiri.
kedua, pemerintahan bedasarkan pada nalar yang membawa rakyatnya sesuai rasio dalam mencapai kemaslahatan duniawi.
ketiga, pemerintahan berdasarkan agama kita takut melakukan hal-hal yang dilarang dalam agama. Hal ini juga termaktub dalam pancasila, sila ke-2 dan sila ke-5 yang telah dijadikan pedoman sampai sekarang ini, dimana sila ke-2 menjelaskan bahwa kemanusiaan yang adil dan beradab sementara dalam sila ke-5 menjelaskan bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Hal tersebut sebagai pemimpin harus merakyat dan bersifat adil dan itu dinjunjung tinggi yang namanya Negara kesatuan republik Indonesia dari sabang sampai merauke (NKRI).
Namun saat ini realita yang dipertontonkan oleh pemerintah bahwa yang menjadi pedoman kita atau dijadikan sumber kebenaran sebagai warga NKRI itu kemudian suda tidak dianggap lagi dalam menjalankan tugasnya sebagai pemerintah yakni pancasila yang telah termaktub dalam sila ke-2 dan sila ke- 5.
Banyak pemerintah hari ini hanya sedekar simbolistik yang katanya adil dan toleran sebagai memimpin pada hal melanggar sebagai pemimpin. Katanya tidak korupsi, tidak mengambil hak yang bukan haknya. Tetapi nyatanya tidak seperti itu, hal ini masyarakat akan semakin terperas, seperti yang dinyatakan oleh Karl Max bahwa orang kaya akan semakin kaya dan orang miskin akan tetap miskin sebab pemimpinnya tidak adil dalam mengahadapi masyarakatnya.
Andaikan pemerintah cara berfikirnya adil dan berfikir secara rasionalitas maka rakyat akan sejahtrah. Kesadaran yang dibangun dalam pribadi amat susah akan selalu ada kontroversial hingga berat dilakukan sebagai pemerintah, siklus dunia perpolitikan semakin keras sampai-sampai mereka lupa daratan dan mereka tidak tau lagi apa yang dapat dilakukan demi rakyat ujung-ujungnya kembali kepada rakyat karena jabatannya sebagai pemerintah telah usai sebab mereka tidak adil dan lupa daratan.
Penulis : Firman (Kordinator Institut Filsafat Indonesia, UIN Alauddin Makassar)
Editor : AR