OPINI, SEKINDO.ID – Populer atau menjadi terkenal karena diperbincangkan banyak khalayak terkadang menjadi suatu kebutuhan buat seseorang termasuk yang sedang menduduki suatu jabatan sebagai pemimpin. Hal ini sesungguhnya merupakan sikap yang wajar dan normal saja. Akan tetapi, jika hal itu menjadi suatu ‘keharusan’ itulah yang menjadi tidak wajar atau tidak pas.
Lagi-lagi yang perlu dikaji dan dimaknai adalah menjadi populer karena keharusan akan menjadi ‘racun’ dalam kepemimpinannya. Kenapa demikian, karena hal ini akan mempengaruhi lingkugan dan orang-orang yang dipimpinnya. Berbagai dampak dapat ditimbulkan dari keinginan atau nafsu seorang pemimpin agar popular dan diperbincangkan.
Sejatinya untuk menjadi pemimpin yang benar-benar mau tulus dan ikhlas bekerja untuk kebaikan dan kepetingan banyak orang, maka dia harus ‘berani’ untuk tidak menjadi sosok yang popular. Sosok dan karakter pemimpin ini ada dalam diri La Ode Muhammad Amsar, karena Amsar terus bekerja dan membuat perubahan yang baik meskipun orang-orang tidak melihatnya. Hal yang terpenting baginya adalah orang-orang yang dipimpinnya dan sekelilingnya dapat merasakan kebaikan dari apa yang telah dilakukannya.
Sebab dalam sanubarinya La Ode Muhammad Amsar bekerja sesungguhnya adalah apabila apa yang diperbuatnya benar-benar dapat dirasakan manfaatnya oleh lingkungan yang ada di sekitarnya atau dirasakan oleh orang-orang yang dipimpinnya.
La Ode Muhmmad Amsar tidak berarti tidak melakukan apapun karena orang dan masyarakat tidak melihatnya bekerja. Justru dengan kerjanya ia tunjukkan, tanpa membutuhkan pengakuan atau penghormatan dari siapapun. Oleh karena itu, pemimpin yang berani untuk tidak populer adalah pemimpin yang sudah ‘selesai’ dengan pemenuhan kebutuhan diri. Artinya, saat ini La Ode Muhammad Amsar tidak lagi memerlukan tepuk tangan atau pujian dari orang-orang lagi. La Ode Muhammad Amsar sudah memilikinya dan saat ini dia hanya ingin memberikan manfaat bagi orang-orang yang membutuhkan tenaganya dan mengabdi untuk tanah kelahirannya yakni “Kalembohano Rea” White Barakati Kabupaten Muna Barat.
Sosok dan kepribadian seperti La Ode Munammad Amsar masih ‘langka’ di negeri ini. Saat ini kecenderungan pemimpin masih berorientasi diri dan fokus pada keinginan agar apa yang ‘sudah’ dilakukannya ‘dilihat’ oleh orang-orang. Pada akhirnya dia ingin orang-orang tahu bahwa dirinya pantas untuk dipuji atas apa yang dia rasa telah dia lakukan. Pemimpin seperti ini tentunya akan merasa puas jika memperoleh pujian, tetapi rentan dengan kritikan.
Kritikan baginya adalah suatu ‘hantaman’ yang sangat menyakitkan dirinya dan khawatir dirinya tidak populer lagi dan dapat menjadikan performa kerjanya menurun.
Sosok La Ode Muhammad Amsar adalah sosok yang tenang menerima apapun itu baik pujian atau kritikan sekalipun. Orientasinya bukan lagi terhadap apa yang dikatakan orang, tetapi apa yang telah dia lakukan memberi manfaat bagi banyak orang atau tidak. Kritikan baginya adalah alat untuk introspeksi diri agar dapat menjadi pekerja yang lebih baik lagi.
Rebecca Schalm (2010) dalam tulisannya You have to be willing to be an ‘unpopular’ leader menyebutkan bahwa orang-orang yang dipimpin menginginkan pemimpinnya dihargai dibandingkan dengan disukai. Dua hal ini memiliki makna yang berbeda.
Seseorang pemimpin agar dihargai terkadang harus membuat keputusan yang sulit dan terkadang diambilnya tidak disukai orang-orang yang dipimpinnya. Hal ini dikarenakan dalam setiap aksi, seorang pemimpin terkadang ingin menjadi sosok yang disukai daripada dihargai.
Seorang pemimpin yang hanya menginginkan popularitas akan berharap untuk disukai dibandingkan dengan dihargai, sehingga hal tersebut akan mempengaruhi efektivitasnya dalam memimpin.
Sosok pemimpin seperti ini akan rela untuk tidak konsisten terhadap apa yang dilakukannya. Dia akan berusaha melakukan tindakan yang cenderung disukai meskipun yang dilakukannya tidak tepat. Pemimpin yang disukai belum tentu menjadi sosok yang dihargai terutama terkait dengan apa yang dilakukannya.
Penulis: LM. Sacriel, S.Sos (Mantan Anggota MPM UHO 2012)